BAB V
PENULARAN SOFT SKILLS MELALUI PROSES PEMBELAJARAN

 

Student Centered Learning

booksProses pembelajaran di perguruan tinggi sedang mengalami pergeseran dari pembelajaran berbasis isi ke berbasis  kompetensi. Apabila kurikulum ini dijalankan, maka tidak terlalu sulit untuk mahasiswa merubah dirinya dari yang kurang kompeten menjadi yang paling kompeten. Perubahan yang dimaksud dalam SK Mendiknas 045/U/2002, bukan semata-mata hanya mengganti daftar mata kuliah, atau susunan mata kuliah, melainkan yang lebih hakiki adalah perubahan proses pembelajaran, penyampaian dan evaluasinya.  Proses pembelajaran dari teacher centered ke student centered learning.  Pendidikan yang berfokus hanya pada isi sudah seharusnya bergeser pada proses. Saat ini kepemilikan pembelajaran bukan lagi berpusat pada dosen melainkan mahasiswa yang mana mereka aktif mengkonstruksikan ilmu pengetahuan bersama dosennya sebagai fasilitator, sehingga penekanan bukan lagi hanya pada teori melainkan juga pada bagaimana suatu pekerjaan dikerjakan. Oleh karenanya, perubahan pada kurikulum menjadi penting adanya dengan cara memberikan berbagai pengalaman belajar kepada mahasiswa.

louis

 

Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan SCL (Student Centered Learning) menjadi salah satu pilihan dalam KBK. Soft skills dikembangkan tidak melalui satu mata kuliah, melainkan di selipkan di setiap mata kuliah. Apabila atribut soft skills yang akan dikembangkan adalah komunikasi lisan, maka proses pembelajaran yang menggunakan presentasi, diskusi, diskusi kelompok menjadi perlu dilakukan. Namun, apabila kerjasama yang akan difokuskan, maka penugasan berkelompok yang banyak diberikan. Saat ini dosen seringkali memberi penugasan berkelompok. Tetapi hasilnya kurang memuaskan, karena dosen menyerahkan sepenuhnya kepada mahasiswa untuk berkelompok tanpa pendampingan dari dosen.

Andai tugas yang diberikan adalah membuat tulisan kelompok, maka dosen seharusnya berada di tengah kelompok memperhatikan dan mengarahkan bagaimana mereka menentukan kordinator/ketuanya, bagaimana mereka memutuskan topik yang akan ditulis, bagaimana mereka membagi tugas dan menulis bersama. Adakah sinkronisasi dilakukan setelah semua tulisan terkumpul?. Tidak heran jika tulisan yang disusun tidak runtut dari satu bab ke bab lain, karena mahasiswa tidak benar-benar bekerjasama, tetapi sama-sama bekerja. Asistensi seperti yang dilakukan di bidang arsitek perlu mendapat acungan jempol dalam menjadikan mahasiswa kompeten di bidangnya. Demikian juga yang dilakukan di teknik kimia di beberapa perguruan tinggi, saat mengadakan pembicaraan antara dosen dan mahasiswa sebelum masuk laboratorium. Hal ini tidak mungkin dilakukan dengan waktu yang terbatas dan jumlah mahasiswa yang banyak di kelas. Seyogyanya perubahan proses pendidikan diawali dengan perubahan aturan akademik terlebih dahulu. Sebagai contoh di TI ITS yang membatasi mahasiswa dalam satu kelas hanya maksimal 35 orang. Padahal satu tahun mahasiswa yang diterima sekitar 150 orang. Dengan demikian kelas paralel diterapkan oleh pimpinan perguruan tinggi.

Beberapa perubahan dalam proses pembelajaran dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • Dari sisi pengetahuan, dulu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sudah jadi, tinggal dipindahkan dari dosen ke mahasiswa. Namun sekarang pengetahuan adalah hasil konstruksi atau hasil transformasi seseorang yang belajar.
  • Dulu belajar adalah menerima pengetahuan (pasif-reseptif), sekarang belajar adalah mencari dan mengkonstruksi (membentuk) pengetahuan aktif dan spesifik caranya.
  • Dulu mengajar adalah menjalankan sebuah instruksi yang telah dirancang, namun kini menjalankan berbagai strategi yang membantu mahasiswa untuk dapat belajar.

Berbagai metoda telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan. Tinggal memilih mana yang cocok dan relevan untuk diterapkan pada mata kuliah yang diampu sesuai dengan kompetensi yang akan diberikan melalui mata kuliah tersebut. Dalam satu mata kuliah dapat diterapkan pengembangan soft skills lebih dari 2 atribut sekaligus. Misalnya melatih berpikir analitis, kreatif, berfikir kritis dan manajemen waktu dapat dilakukan pendekatan SCL dengan menggunakan Problem based Learning atau studi kasus. Intinya pembelajaran SCL:

  1. mengutamakan tercapainya kompetensi mahasiswa (kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif secara utuh),
  2. memberi pengalaman belajar mahasiswa.   (bukan hanya memberi soal ujian/ tes,sedangkan proses belajarnya tidak bisa diketahui),
  3. jadi mahasiswa harus dapat menunjukan hasil belajarnya/kinerjanya,.
  4. pemberian tugas menjadi pokok dalam pembelajaran,
  5. mahasiswa mempresentasikan penyelesaian tugasnya, dibahas bersama, dikoreksi, dan diperbaiki, merupakan proses yang penting dalam pembelajaran SCL.
  6. penilaian proses sama pentingnya dengan penilaian hasil (ujian tulis lebih banyak mengarah pada penilaian hasil belajar, bukan prosesnya).

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendekatan SCL, yaitu:

  1. Small Group Discussion
  2. Role-Play & Simulation
  3. Case Study
  4. Discovery Learning (DL)
  5. Self-Directed Learning (SDL)
  6. Cooperative Learning (CL)
  7. Collaborative Learning (CbL)
  8. Contextual Instruction (CI)
  9. Project Based Learning (PjBL)
  10. Problem Based Learning and Inquiry (PBL)

Pada saat menentukan metode pembelajaran, yang utama adalah menentukan kemampuan apa yang akan diubah dari mahasiswa setelah menjalani pembelajaran tersebut baik dari sisi hard skills maupun soft skills. Sebagai teladan, jika mata kuliah tersebut mengharapkan peningkatan atribut soft skills komunikasi, kerjasama kelompok, dan berfikir analitis dan kritis, maka diskusi kelompok diikuti dengan penyajian lisan akan menjadi pilihan untuk diterapkan. Dengan demikian pendekatan pembelajaran SCL belum tentu cocok antara satu mata kuliah dengan mata kuliah lainnya.

Cara Penularan Soft Skills

Terdapat sedikitnya tiga cara penularan soft skills dalam pembelajaran, yaitu melalui:
1) Lecturer role model
2) Message of the week
3) Hidden curriculum

Seperti yang telah diuraikan di awal tulisan ini, bahwa pengembangan soft skills hanya efektif jika melalui penularan. Salah satunya dengan menjadikan dosen role model bagi mahasiswanya. Misalnya jika akan menegakkan disiplin mahasiswa, maka contoh baik dapat didemonstrasikan kepada mahasiswa oleh dosennya. Apabila dosen menginginkan mahasiswa datang tepat waktu, maka dosen harus duluan datang ke kelas. Apabila mahasiswa diminta untuk selalu menjaga kebersihan kelas, maka dosen harus mampu menghapus papan tulis setelah selesai kuliah. Apabila dosen berjanji akan mengembalikan tugas dalam tiga minggu, maka jangan sampai mengembalikan 5 minggu kemudian.

Role model dosen dapat diperlihatkan dengan saling edifikasi dengan teman sejawat di depan mahasiswa. Edifikasi berasal dari kata to edify yaitu memberikan penghargaan sekaligus proposi bagi teman sejawat. Saling menjelekkan antar dosen di depan mahasiswa patut dihindari. Jika dosen kalah dalam satu kompetisi, jangan sampai mahasiswa menjadi tumpahan keluhan rasa kekesalan dosen dengan menyalahkan orang lain. Sering-seringlah memberikan pujian kepada mahasiswa di depan mahasiswa lainnya jika mahasiswa mampu mencapai prestasi tertentu, seperti pada kompetisi KKTM, KPKM, PKM, dan mahasiswa berprestasi serta lomba lainnya.

Penularan cara kedua dapat dilakukan dengan memberi pesan moral di setiap waktu tatap muka baik pada saat awal membuka perkuliahan atau menutup pertemuan. Cara ini disebut Message of the week (MOW). Pesan yang disampaikan dapat berupa kata-kata mutiara dari berbagai sumber dengan pemaknaannya dalam berkehidupan, atau animasi yang mendukung dari web site internet. Dapat juga dilakukan ”sharing” dari mahasiswa sendiri. Andai satu semester ada 14 kali pertemuan, dan setiap mahasiswa minimal mengambil 6 mata kuliah, maka paling tidak dalam satu smester mereka akan diinspirasi dengan 84 kata-kata dan cerita yang membangun moral. Masa iya tidak dapat memperbaiki pola pikir mahasiswa?

Selain cara kedua di atas yaitu melalui hidden curriculum”Hidden Curriculum is the broader concept of which the informal curriculum is a part” Pelajaran dari kurikulum tersembunyi diajarkan secara implisit. Kurikulum tersembunyi lebih ampuh karena dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik minat dan menyenangkan. Peran dosen dalam hal ini adalah:

    1. Membangun proses dialog
    2. Menangani dinamika kelompok 
    3. Terlibat dengan motivasi mahasiswa
    4. Mengintroduksikan berpikir kritis
    5. Memberdayakan kurikulum tersembunyi (Empowering Hidden Curriculum)

Pada saat dosen mentransferkan pengetahuan, biasanya dosen melakukannya dengan metode ceramah, dan mungkin diikuti dengan tanya jawab. Sebagai contoh ketika dosen menyampaikan sebuah ilustrasi kasus di depan mahasiswa tentang teori organisasi, pengetahuan yang ditransferkan dapat berupa struktur organisasi, fungsi tiap lini, tugas dan wewenang personilnya. Kasus ini tidak akan menceriterakan proses pengambilan keputusan ( Yogijanto, 2006).  Namun jika dosen ingin memberikan kasus tersebut untuk mengembangkan ”wisdom”, maka proses pembelajarannya adalah self acquired process, yang berarti mahasiswa harus aktif berperan dan dosen bertindak sebagai fasilitator dan tanggungjawab keberhasilannya ada pada mahasiswa. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan kemampuan analitis, kemampuan komunikasi, mengembangkan kepribadian dan cara berfikir berkualitas serta meningkatkan kearifan.

Pada proses pembelajaran KBK, rencana pembelajaran harus sedikit berubah dari perencanaan cara konvensional. Pada tabel perencanaan perkuliahan, seharusnya kolom kedua adalah kompetensi yang diharapkan yang akan dimiliki mahasiswa setelah selesai mengikuti perkuliahan. Pada perencanaan seharusnya juga dicantumkan metode pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu. Aspek yang tidak kalah pentingnya dalam perencanaan adalah indikator penilaian. Acapkali dalam perencanaan pembelajaran konvensional,  indikator penilaian tidak dicantumkan, sehingga ketika mahasiswa menggugat penilaian, dosen kurang mampu menjelaskannya. Hal ini menyebabkan mahasiswa kurang puas terhadap pelayanan dosen.  Lampiran 1 menunjukkan contoh borang rencana pembelajaran yang berbasis kompetensi. Lampiran 2 menunjukkan contoh apa yang dilakukan dosen dan apa yang dilakukan mahasiswa pada pembelajaran dengan pendekatan SCL.

Setiap metoda pembelajaran spesifik untuk mencapai kompetensi tertentu, sehingga boleh jadi cara pembelajaran satu mata kuliah tidak sesuai jika diterapkan untuk mata kuliah lainnya. Kreativitas dosen dalam memotivasi mahasiswa sangat besar pengaruhnya dalam keberhasilan SCL. Pendekatan SCL ini hanya dapat dilakukan jika jumlah mahasiswa di dalam satu kelas tidak terlalu banyak yaitu antara 50 -60 orang. Jika jumlah mahasiswa sampai 100 orang seharusnya dilakukan kelas paralel. Kenyataan di IPB walaupun sudah diatur oleh Dit. AJMP untuk melakukan kelas paralel, pada kenyataan di lapangan kelas tersebut dijadikan satu, dan sayangnya hal ini tidak menjadi perhatian Fakultas yang menjadi penjamin mutu pendidikan.  

Cara penilaian

Penilaian (assessment) dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ranah kognitif dapat dinilai dengan ujian tulis, ranah psikomotiorik dengan menilai saat mahasiswa praktek, dan ranah afektif dapat dilakukan dengan amatan. Nah, bagaimana jika jumlah sks hanya 2, lalu jumlah mahasiswa lebih dari 100 orang?. Rasanya student centered learning sulit untuk diterapkan, karena penilaian utuh aspek kognitif, psikomotorik dan afektif tidak dapat dilakukan. Kecuali dilakukan Team Teaching dimana dalam satu kali pertemuan, banyak dosen yang berada di dalam kelas untuk menilai proses pembelajaran pada saat-saat tertentu. Jumlah sks yang kecil hanya cocok untuk mata kuliah pengantar atau dasar. 

Ada sebuah contoh yang menarik ketika melihat perencanaan pembelajaran mata kuliah kepribadian di salah satu perguruan tinggi. Kompetensinya dinyatakan sebagai kemampuan menjelaskan ilmu pengetahun, sejarah filsafat, definisi logika, perbedaan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, pengertian etika, pengertian Pancasila dan pengertian ideologi. Namun, apabila direnungkan dengan baik, sebenarnya kompetensi apa yang pantas dicapai ketika mahasiswa mempelajari kepribadian?. Bukan kah hanya ranah kognitif saja yang akan dicapai jika mahasiswa hanya mampu menjelaskan?, bukan melakukan sesuatu dengan santun dan benar. Semuanya ini perlu kita renungkan bersama bagaimana melakukan yang terbaik bagi anak didik kita. Mari kita jawab pertanyaan di bawah ini dengan nurani kita masing-masing:

  1. sikap seperti apa yang mau kita teladankan?
  2. kehendak seperti apa yang mau kita bangun?
  3. dan sikap seperti apa yang mau kita dukung?

 Hidup kita ini hanya sementara dan sebentar saja, jadi ada baiknya kita isi kehidupan ini dengan sesuatu yang meninggalkan kebaikan yang signfikan bagi orang lain. Sebagai penutup dapat dikemukakan bahwa tugas dosen dalam pembelajaran dengan pendekatan SCL yaitu:

  • Memfasilitasi: menyediakan buku, modul ajar, hand-out, journal, hasil penelitian,dan waktu.
  • Memotivasi: dengan memberi perhatian pada mahasiswa; Memberi materi yang relevan dengan tingkat kemampuan mahasiswa dan dengan situasi yang kontektual; Memberi semangat  dan kepercayaan pada mahasiswa bahwa ia dapat mencapai kompetensi yang diharapkan; Memberi kepuasan pada mahasiswa terhadap pembelajaran  yang kita jalankan.
  • Memberi tutorial: menunjukkan jalan / cara / metode yang dapat membantu mahasiswa menelusuri dan menemukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
  • Memberi umpan balik: memonitor dan mengkoreksi jalan pikiran / hasil kinerjanya agar mencapai sasaran yang optimum sesuai kemampuannya.

 

Red Rose

TRINA

index_08